Home

Selasa, 10 Agustus 2010

"Aku perlu hati yang penuh perasaan", kata Allah


‘Aku tidak perlu puja-puji itu’, kata Allah
‘Karena Aku terlampau tinggi’
‘Hati yang mengucapkan itu yang perlu’
‘Aku tidak perlu kat-kata indah’
‘Aku perlu hati yang penuh perasaan’
‘Macam-macam cara manusia menunjukkan cara pengabdian mereka pada-Ku’
‘Asal pengabdiannya itu tulus dan ikhlas, aku terima, aku terima’

by 'Rumi'
Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan

Minggu, 08 Agustus 2010

'Jangan Pernah Malu'

"Jangan Pernah Malu! Selalu ada yang melawan apapun yang Anda kerjakan, mereka adalah bumbu kesuksesan Anda" ~ J. K. Rowling - Harry Potter Series

Sabtu, 07 Agustus 2010

Mati Dengan Tersenyum



oleh: Pemanti Jenar

Jika di Surga orang tidak boleh tertawa, aku tidak mau kesana (Marthin Luther). Di kalangan para sufi ada kisah jenaka tentang kematian. Kurang-lebih begini kisahnya : Sebut saja namanya si Bahlul. Pria berpenyakit jantungan ini berkeyakinan, bahwa jika seseorang ketika menghembuskan nafas terakhirnya bibirnya menyebut nama yang maha kuasa, orang itu otomatis akan masuk Surga. Untuk itu, ia menamai kelima anaknya dengan nama yang maha kuasa. Anak pertamanya dikasih nama Allah, anak kedua dikasih nama Tuhan, anak ketiga dikasih nama Illahi, anak keempat dikasih nama God, anak kelima dikasih nama Gusti. Pikir Bahlul itu merupakan antisipasi yang jitu jika dirinya menghadapi kematian kelak. Bahlul percaya, jika sakratul maut datang, dirinya tentu masih akan ingat dan menyebut nama salah satu anaknya. Dengan menyebut dan memanggil nama anaknya, berarti juga telah menyebut dan memanggil nama yang maha kuasa pula. Dengan begitu, bisa mati ditungguin anaknya sekaligus diterima Tuhan di Surga. Luar-biasa memang taktik-cerdiknya si Bahlul ini.

Alkisah, suatu hari si Bahlul berjalan melintasi kamar pembantunya yang pintunya agak terbuka sedikit. Penasaran, iseng-iseng si Bahlul pun melongokkan kepalanya ke dalam kamar pembantunya yang masih terbilang ABG itu. Dan astaga, ternyata pembantunya dilihatnya lagi berganti baju. Jantung Bahlul pun langsung berdegup dengan kencangnya. Di luar sadarnya, bibir Bahlulpun berujar, "Oh, Inem…………". Dan nyawa Bahlul pun seketika itu melayang.

Kita tidak pernah tahu, Bahlul masuk Surga atau neraka, karena dihembusan nafas terakhirnya bukan menyebut nama Tuhan justru menyebut nama Inem pembantunya. Yang jelas kita tahu adalah, bahwa kematian itu memang seperti maling.

Jika Surga dibayangkan sebagaimana oleh Konsili Florence di tahun 1442, orang seperti Bahlul ataupun seperti saya ini, jelas tidak punya hak untuk punya kavling di Surga. Sebab menurut konsili ini, siapa saja yang berada di luar gereja berarti akan masuk ke dalam api abadi dan tidak akan kebagian hidup kekal. Syukurlah, beberapa abad kemudian lahir konsili Vatika ke 2. Dalam konsili yang baru ini memuat pengakuan, bahwa bukan hanya mereka-mereka yang dibaptis dan taat beribadat di gereja saja yang memperoleh penyelamatan.

Yang jadi pertanyaan disini kemudian adalah, apakah peraturan Tuhan itu menuruti peraturan manusia? Dalam artian mereka-mereka yang telah terlanjur masuk neraka, karena terjaring peraturan dari konsili Florence itu lalu dipindahkan ke Surga karena sudah ada konsili Vatikan ke 2?. Disini saya tidak sedang bermaksud membuat lelucon. Disini saya hanya sedang membuat semacam sketsa tentang polah-tingkah manusia yang seringkali lebih suka mengukuhi hukum-hukum buatan manusia yang kondisional daripada menaati hukum-hukum Allah yang abadi. Lebih takut hukum buatan manusia yang sementara daripada hukum Allah yang kekal.

Seperti kisah tentang seorang penguasa yang d imasa jayanya sangat bergelimang harta-benda. Sangat dikagumi sekaligus ditakuti banyak orang. Sebelum mati, sang penguasa inipun sudah sibuk membuat makam yang sangat indah dan mewah untuk dirinya. Mungkin dia takut kalau cuma dikubur dipemakaman umum kampung yang sederhana, nanti orang-orang tidak mau lagi menghormati- kagumi dirinya? Lucu sekali khan, orang sudah mati (bangkai) masih juga mau minta dipuja-kagumi. Begitulah gambaran orang yang sangat kuat sekali nafsu keduniawianya.

Ayah saya, secara lahiriah bukanlah orang yang terhormat. Beliau hanyalah seorang pegawai kecil di kelurahan. Ayah saya yang bukan orang beragama, suatu hari ditanya oleh teman sekantornya begini, "Orang seperti anda ini (tak beragama) kalau mati mau digimanakan?"

Mendengar pertanyaan seperti itu, ayah saya hanya tersenyum dan dengan santainya menjawab, "Kalau saya mati, ya terserah yang hidup dong. Mau dikubur, dibakar, di mummi, buat makan buaya atau mau diapakan saja terserah yang hidup saya tidak akan protes. Saya khan sudah mati, kalau saya masih minta ini-itu apa nanti tidak akan malah lari ketakutan hahaha………"

"Soal Surga dan neraka?'

"A, itu khan hak prerogatif Tuhan. Tidak bisa dan ada gunanya kita mempersoalkan itu. Biar orang seluruh dunia mendo'a-inginkan si A masuk Neraka, kalau Tuhan menginginkan si A masuk Surga, ya masuk Surga orang itu. Begitupun juga sebaliknya. Jadi soal Surga dan neraka, itu tidak jadi permasalahan bagi saya. Tapi satu hal yang saya yakini benar, bahwa Tuhan itu maha adil. Kita menanam kebaikan akan menuai kebaikan, kita menanam keburukan akan menuai keburukan pula. Jadi yang terpenting buat saya adalah, bagaimana sat hidup ini kita untuk bisa selalu belajar menanam pohon kebaikan. Itu yang terpenting. Soal nanti setelah mati mau dido'ain orang banyak atau tidak, itu juga bukan masalah buat saya. Istilahnya orang mau berpergian, saya sudah siapkan bekal sendiri. Jadi nanti orang lain mau bantuin beri bekal atau tidak itu tidak jadi pemikiran saya. Bahasanya orang Islam, sholatlah sebelum kau disholatkan."

Ketika ayah saya meninggal dunia, karena mayoritas pendudk dan keluarga kami orang Islam, ayah saya pun dikubur dengan prosesi secara Islam. Selama tiga malam berturut-turut diadakan juga do’a tahlillan di rumah kami. Semua prosesi pemakaman ayah saya berjalan lancar tidak kurang sesuatu apapun. Tapi meskipun begitu, toh ada juga seorang warga kampung kami yang berkasak-kusuk ngomong kesana-kemari, bahwa semua do’a-do’a yang dipanjatkan banyak orang pada Tuhan untuk almarhum ayah saya itu semuanya sia-sia dan tak ada gunanya. Tidak akan sampai dan diterima Tuhan, alasannya karena ayah saya bukan orang Islam.

Meskipun sudah naik haji, ilmu agama tetangga saya yang suka berkasak-kusuk ini jelas tak sedalam yang ia bayangkan sendiri. Kalau soal kefanatikannya, jelas hampir seluruh orang kampung mengakuinya. Semua ucapan tetangga saya itu, bagi saya hanya menunjukkan dengan jelas betapa kerdil dan sempitnya wawasan spiritual orang itu. Orang itu berkeyakinan, do'a-do'a agama Islam hanya manjur dan pas untuk orang Islam saja. Sikap seperti itu khan jelas-jelas mengerdilkan ajaran Islam itu sendiri. Dan pandangan yang kerdil seperti itu secara logis tentu karena dilahirkan oleh jiwa yang kerdil pula.
Seperti jadi sekretarisnya Tuhan saja orang itu dengan sedemikian pasti dan tahunya, bisa menunjukkan mana do’a yang diterima dan mana do'a yang tidak diterima oleh Tuhan. Padahal letak singgasana Tuhan itu dimana saja dia tidak tahu. Itu khan kesombongan yang luar–biasa, mengambil alih posisi Tuhan dalam menentukan mana do'a yang pantas diterima dan mana yang tidak diterima. Menurut keyakinan saya, semakin dekat orang itu dengan Tuhan, akan semakin rendah hatti pula orang itu. Lawannya rendah hati adalah sombong. Semakin tinggi kesombongan orang itu, artinya semakin jauh pula orang itu dari Tuhan. Dan semakin jauh orang itu dari Tuhan, secara logis, kemungkinan orang itu salah dalam memandang-menilai Tuhanpun tentu semakin besar.

Harus diakui, kefasihan tetangga saya yang satu ini pada isis kitab suci memang pantas diajungkan jempol. Dan hal itulah yang membuatnya sering mendongakkan kepala, merasa punya kelebihan dibandingkan kebanyakan orang kampong yang tidak bisa baca dan tahu bahasa Arab. "Bahasa Arab itu tidak sembarangan dan bisa buat main-main. Salah bunyi lain arti. Bisa-bisa kita dosa karena mengubah arti Qur'an." Begitulah biasanya tetangga saya itu untuk mengukuhkan eksisitensi keagamaannya di kampung. Seolah-olah hanya dia saja yang tahu kebenaran dan berhak bicara soal agama.

Sifat dan kelakuan tetangga saya itu jadi mengingatkan saya pada kisah Hasan Al-Basri, ketika beliau mengunjungi Habib Ajmi seorang sufi. Pada waktu sholat, Hasan mendengar Ajmi keliru dalam melafalkan bacaan sholatnya. Oleh karena itu Hasan memutuskan untuk tidak bersholat jama’ah dengan Ajmi. Ia menganggap kurang pantaslah bagi dirinya sholat bersma orang yang tak fasih mengucapkan bacaan sholat.

Di malam harinya Hasan Al-Basri bermimpi. Ia mendengar Tuhan berbicara padanya, "Hasan, jika saja kau sholat di belakang Ajmi dan menunaikkan sholatmu, pastilah kau akan dapat ridhoKu. Sholatmu akan memberimu manfaat yang jauh lebih besar daripada seluruh sholat dalam hidupmu. Kau mencoba mencari kesalahan dalam bacaan sholat Ajmi, tapi kau tak bisa melihat akan kesucian dan kemurnian hatinya. Aku lebih menyukai hati yang tulus, daripada pengucapan tajwid yang sempurna.

Kisah Hasan Al Basri itu, sekaligus juga mengingatkan saya akan sajak Rumi berikut ini; Aku tidak perlu puja-puji itu, kata Allah/Karena Aku terlampau tinggi/ Hati yang mengucapkan itu yang perlu/Aku tidak perlu kat-kata indah/Aku perlu hati yang penuh perasaan/ Macam-macam cara manusia menunjukkan cara pengabdian mereka padaKu/Asal pengabdiannya itu tulus dan iklas, aku terima, aku terima.

Dalam kisah Cina tua, ada cerita tentang orang yang tidur dan bermimpi melihat seekor kupu-kupu yang sangat indah. Sedemikian nyatanya mimpi itu, hingga ketika terbangun orang itupun jadi bertanya-tanya, "Yang kenyataan sesungguhnya itu ketika aku dalam tidur atau ketika aku terbangun kali ini?"

Menurut Plato, filsuf terkenal yang menerima akan adanya dunia lain, kedamaian abadi hanya bisa tercapai dengan mengarahkan semuanya kepada dunia lain itu. Tubuh adalah penjara dari jiwa dan maut adalah jalan keluar untuk membebaskan diri. Jiwa datang dari tempat yang suci dan masuk dalam tubuh dan diujudkan dalam kelahiran yang kesemuanya itu merupakan peristiwa tidur. Setelah jiwa terpenjara raga, kesadaran hanya sedikit mengisi diri kita dan melupakan keadaan drimana kita berasal. Jadi kematian adalah keadaan bangun atau terjaga untuk kembali ingat aka nasal-muasal kita yang sejati.
Kematian merupakan peristiwa yang akan kita alami semua dan tak mungkin untuk bisa kita hindari, mengingat akan hukum alam akan adanya peristiwa pembentukan dan penghancuran seperti yang kita kenal dengan istilah anabolisme dan katabolisme dalam sel organisme. Secara biologis, kematian merupakan suatu proses penghancuran total secara radikal dari luar yang tak dapat diatasi yang meliputi manusia secara keseluruhan. Sementara dalam kaca mata spiritual, kematian hanyalah akhir hidup di dunia untuk memasuki permulaan hidup abadi dengan terjadinya peristiwa pemisahan jiwa dari raga untuk mempertanggung- jawabkan semua apa-apa yang telah kita lakukan di dunia di hadapan pengadilan Tuhan. Energi psikis tidaklah hilang, tapi beralih ke bentuk lain yang lebih tinggi nilainya.

Menurut teori Libido, manusia itu memiliki enegi cinta-kasih dan vitalitet dalam jumplah tertentu yang dijelmakan dalam bentuk kecintaan pada obyek-obyek yang disenanginya. Maka pada orang yang mau meninggal seringkali kita jumpai bagaimana penderitaan orang itu karena keterikatannya yang kuat dengan obyek libidonya. Memang tidak mudah bagi kita untuk melepaskan apa-apa yang kita senangi itu. Bagaimana harus meninggalkan kekasih yang sangat kita cintai, meninggalkan ana-anak yang sangat kita kasihi, meninggalkan jabatan yang member kebanggan, meninggalkan kekayaan yang member banyak kesenangan dan sebagainya. Karena itulah sejak dini kita harus belajar untuk bisa mengarahkan libido kita ke obyek yang lebih tinggi, yaitu keimanan kita kepada Tuhan. Kepada kesadaran akan kemahaa kekuasaan Tuhan.

Hanya dalam penyerahan diri secara totalitas itu, kita baru akan bisa merasakan ketentraman, ketenangan dan rasa terlindung berada dalam pelukannya yang penuh kasih-sayang itu. Hanya dalam penyerahan diri secara totalitas pada Tuhan seperti itu yang akan membuat kita lapang dada dan tidak takut lagi untuk melewati pintu gerbang kematian. Sebab kita percaya, Tuhan itu melingkupi, ada dan berkuasa baik di alam fana maupun di alam baqa. Jadi kematianpun tidak akan memisahkan kita dari pelindung kita, yaitu Tuhan YME. Dan berada dalam lindunganNya memang tak ada sesuatu apapun yang patut untuk kita takuti lagi.

Tapi jika orientasi kita semata-mata hanya tertuju kepada hal-hal yang bersifat keduniawian belaka, begitu menghadapi kematian seringkali jadi sering kekanak-kanakkan sifatnya, seperti berusaha tawar-menawar dengan Tuhan, dengan segala janji-janji manisnya seperti, saya akan rajin beribadah jika diberi umur panjang, tidak akan berjudi, menyakiti orang, akan suka menolong orang, berderma dan sebagainya. Jika orientasi seseorang pada hal-hal yang bersifat keduniawian sangat besar, kematian memang akan dilihatnya seperti lorong kesepian yang gelap tak berujung dan sangat mengerikan baginya. Kematian memang bisa membuat depresi seseorang yang belum matang secara spiritual.
Bicara tentang kematian, biasanya memang akan tumbuh semacam perasaan yag kurang mengenakkan. Tapi betapapun usaha manusia untuk menolaknya, cepat atau lambat kematian pada saatnya pasti akan menjemput kita semua. Tidak bisa dihindari dan ditolak. Disinilah perlunya kita belajar spiritual, karena semakin matang/dewasa spiritual seseorang, akan semakin lapang dada pula orang itu dalam menerima kenyataan yang ada.

Begitupun dalam menghadapi aneka godaan yang ada dalam kehidupan yang hiruk-pikuk ini. Bagi mereka yang telah matang spiritualnya, tidak akan pernah terpenjara apalagi diperbudak oleh gelimang nikmat duniawi. Seorang pelaku spiritual boleh kaya sekaya-kayanya, pintar sepintar-pintarnya, punya jabatan setinggi-tingginya, boleh punya pengikut sebanyak-banyaknya. Boleh saja seorang spiritualis mereguk kemewahan duniawi, sepanjang hal itu tidak membuatnya lupa pada hal yang paling esensial, yaitu Tuhan YME. Ide dan materi disini tidak dipertentangkan, tapi dilebur dijadikan satu sebagai sarana menuju takwa dan penyerahan diri yang lebih totalitas kepada Tuhan. Bukankah lebih baik jadi spiritualis yang suka menyumbang, daripada jadi spiritualis yang suka mengharapkan dan meminta sumbangan?

Jadi semua apa yang tergelar di dunia ini dipahami hanyalah sebagi alat pembantu perjalanan spiritual kita. Karena memang hanya dengan pemahaman yang demikian, ketika kita harus kehilangan dan cepat atau lambat pasti akan kehilangan segala apa yang ada di dunia ini, kita akan bisa menerima semua itu dengan lapang dada dan penuh keikhlasan. Karena sampai disini kita hanya kehilangan alat bukan tujuan. Dan kehilangan itu sebenarnya juga hanya sebagai penguji kematangan spiritual kita. Semakin matang spiritual kita, semakin tahan kita ketika harus kehilangan. Dalam kaca-mata spiritual, sebenarnya kita tidak akan pernah kehilangan apa-apa. Kita terlahir telanjang matipun telanjang pula. Dan hampir di semua tulisan saya, selalu memberi advis agar kita ini mau belajar bertelanjang diri. Belajar kembali ke titik nol. Karena hanya dengan laku spiritual yang demikian, dalam hidup ini kita tidak akan pernah merasa kehilangan apa-apa, selain hanya kehilangan belenggu-belenggu keduniawiannya. Bahkan puncaknya ketika kita harus kehilangan nyawa sekalipun, kita akan berani hadapi semua itu dengan kelapangan dada bahkan mungkin dengan senyuman kebahagiaan. Bagaimana tidak akan bahagia, bakal kembali ke puncak kesadaran spiritual kita yang paling tinggi. Kembali ke tanah muasal yang suci dimana singgasana Tuhan bertahta.

Dengan sepeda motor bututku, di sebuah lampu merah aku pernah hampir ditabrak konvoi motor besar yang dikawal polisi. Suara dan kecepatan para pengendara moge itu jelas seperti mengintimidasi pengguna jalan lain. Dan setelah aku rasa-rasa, kelakuan para pengendara moge itu sebenarnya tidak ada bedanya dengan para pelaku bom bunuh diri. Keduanya sama-sama telah terjangkiti penyakit "demam tujuan". Hanya bedanya yang satu mau cepat-cepat sampai tujuan dengan mengendarai moge, satunya lagi mau cepat-cepat masuk surga dengan meledakkan diri. Padahal keindahan sebenarnya bukan hanya ada di tempat tujuan. Di sepanjang hari di sepanjang perjalanan, Tuhan juga teramat banyak sekali menciptakan keindahan. Orang yang terjangkiti penyakit demam tujuan adalah orang yang tidak bisa menghargai, mensyukuri dan melihat banyaknya keindahan yang Tuhan ciptakan di sekelilingnya sendiri.

Apabila kau dengan sesungguh hati ingin menangkap haqiqat kematian/Bukalah hatimu selebar-lebarnya bagi ujud kehidupan/Sebab kehidupan dan kematian adalah satu/sebagaiman sungai dan lautan adalah satu (Khalil Gibran).

Jadi saya sendiri terus-terang tidak pernah kagum atau hormat dengan mereka-mereka yang suka menyombong sebagai orang yang berani mati, karena kematian adalah hal yang biasa. Semua orang kelak juga akan mengalami. Apalagi berani mati dengan bunuh diri. Apapun topengnya itu hanyalah tindakan orang yang putus-asa. Saya justru paling kagum dan hormat dengan mereka-mereka yang berani hidup. "Tragedi hidup yang terbesar bukanlah binasanya manusia, melainkan hilangnya rasa cinta dalam diri (WS Maugham). Jadi seperti halnya para pengendara moge dan pelaku bom bunuh diri itu, betapa egois dan hinanya kalian ini, mau mencapai tujuan kesenangan diri tapi dengan berdiri di atas air-mata dan penderitaan orang banyak.

Tuhan memang maha kuasa dan besar. Tetapi karena terlalu mudah dan seringnya konsep tentang Tuhan yang maha besar dan kuasa itu kita teriak-propagandakan, akhirnya konsep itu tinggal jadi ritual yang kehilangan esensinya. Bahkan di televisi aku pernah lihat, orang-orang yang berteriak-teriak menyebut nama besar Allah sambil membubarkan seminar yang diadakan oleh para waria. Seorang teman yang ada di sebelahkupun langsung tertawa lepas sambil berkomentar, "Baru kali ini aku lihat, ada tuhan (dengan t kecil) mengejar-ngejar bencong huahahahaaaaaaaaaa………………."
Konsep tentang Tuhan yang maha kuasa dan besar itu memang benar di satu sisi, tapi di sisi lain juga meracuni orang-orang yang merasa telah dekat Tuhan padahal dirinya hanyalah orang yang gila kuasa dan kebesaran diri belaka. Seperti halnya si Bahlul dan tetangga saya yang fanatic itu, menjadi orang yang sok tahu karena merasa dirinya pintar. Ataupun para pengendara moge dan pelaku bom bunuh diri yang membuat mereka merasa besar/benar, karena itu boleh bertindak sewenang-wenang.

Jadi menurut saya, konsep tentang Tuhan yang maha misterilah saat ini yang mestinya untuk lebih kita yakini dan hayati (kalau untuk diteriak-teriakkan rasanya juga akan janggal dan aneh). Karena dengan konsep ini, kita akan jadi lebih tahu diri dan suka intropeksi. Kita akan lebih terbuka dan toleran. Kita akan lebih suka menghargai siapapun juga, termasuk para bencong. Siapa tahu pemimpin spiritual besar masa depan adalah seorang bencong. Bisa saja, bukankah Tuhan bekerja dengan penuh misteri?

Begitupun halnya dengan kematian, itu adalah misteri dan biarlah tetap jadi misteri. Karena hanya dengan begitu, kita akan jadi lebih suka merendahkan hati dan selalu ingat Illahi. Tapi kalau anda memang merasa sudah pintar dan anda pikir bisa untuk ngadalin Tuhan, ya silahkan anda ikuti ajarannya si Bahlul di atas.

Si bahlul yang cerdik-kreatif adalah lambang otak kanan dan tetanggaku yang fanatik hafal isi satu kitab suci adalah lambang dari kuatnya otak kiri. Jadi kesimpulan saya; Malaikat itu rumahnya di otak kiri dan Iblis itu rumahnya di otak kanan. Sementara tuhan ada di Hati. Maka ketika aku beribadah, sembahyang, sujud, meditasi, berdo'a atau apa saja namanya. Aku istirahatkan kerja kedua sisi otakku itu. Walau itu tidak mudah, tapi begitu bisa kita lakukan, hukum timbal-balikpun akan kita saksikan. Tuahn tidak ada lagi dalam diri kita, tapi kitalah yang ada di dalam diriNya. Dan saat itu, dengan penuh kesadaran karena menyaksikan sendiri, kita akan mengaku, bahwa Tuhan itu memang maha Besar dan maha Kuasa. Dan dialah sang pembimbing kita, bukan lagi otak kanan (Iblis) atau otak kiri (malaikat) yang membimbing kita lagi.

Dengan laku spiritual yang demikian, kematianpun akhirnya akan bisa kita hadapi dengan senyuman, seperti melihat istri yang pagi-pagi sudah mandi keramas. Yah, spiritual memang seperti sex, untuk dilakukan dan dinikmati, bukan hanya untuk diwacanakan apalagi hanya diteriak-teriakkan saja.

dikutip dari milist 'dzikrullah'

Kamis, 05 Agustus 2010

Tabung Gas Meledak? Mana Mungkin???


Dear Mc-ers,

Beberapa hari belakangan ini, pemberitaan mengenai Tabung Gas Meledak, ramai jadi perbincangan.

Ini berita BURUK atau berita LUCU? Seorang kerabat saya yang berasal dari Australia, tertawa (sampai terpingkal-pingkal) dengan berita-berita yang berkeliaran di media-media Indonesia, khususnya berita mengenai Tabung gas meledak. Dia menanyakan, apakah memang tabung di Indonesia bisa meledak seperti layaknya Bom atau granat? "Wah, bagaimana resepnya? Koq kami tidak bisa membuat benda yang sama?"

Saya hanya berusaha menjelaskan, bahwa persisnya tidak seperti itu. Tidak mungkin meledak. Karena setiap berita yang menginformasikan adanya tabung gas yang meledak, ternyata pada layar kaca maupun gambar-gambar tampak jelas kalau tabungnya baik-baik saja, utuh, hanya catnya yang terkelupas dan tentusaja tidak hancur berkeping-keping sebagaimana layaknya bom atau granat yang meledak.

Mengapa banyak media menggunakan kata "MELEDAK"? Menurut saya, biar nampak heboh saja. Dan tentusaja kita lebih senang mendengarkan dan menyampaikan berita yang seru daripada mendengarkan dan menyampaikan informasi yang benar dan lebih bermanfaat. Misalnya, kenapa gas bisa mengakibatkan ledakan? Dan apa sebenarnya penyebabnya.

Kalau orang asing sampai terpingkal-pingkal, seharusnya kita yang ditertawakan merasa malu, mencari tahu kebenarannya dan bukan malah jengkel apalagi masa bodoh dan tetap berada di dalam "kebodohan".

Kenapa Gas Bisa Meledak ?
Sebenarnya yang terbakar adalah gas. Dan tentusaja bukan tabungnya. Suara ledakan, adalah akibat jumlah gas yang cukup banyak dan terkonsentrasi di luar tabung. Kalau gas masih tetap berada di dalam tabung, maka gas tersebut tidak akan terbakar. Gas yang berada di dalam tabung, memberikan tekanan keluar, sehingga tidak mungkin api sampai masuk ke dalam tabung.

Sebagai contoh, saat kita memasak, klep yang berada di atas tabung, terbuka oleh tekanan regulator, lalu gas mengalir menuju kompor melalui selang. Sistem pada kompor, membagi gas secara merata pada masing-masing mata tungku, sehingga kita bisa memasak seperti biasa. Seandainya api dapat "tersedot" atau "menyambar" ke dalam tabung melalui gas yang dialirkan di dalam selang, maka setiap kita memasak pastilah akan terjadi kebakaran.

Sebenarnya, setiap kita memasak, terjadi "KEBAKARAN". Hanya saja, jumlah gas yang keluar jumlahnya tidak banyak, dapat dikendalikan, sehingga "kebakaran" tersebut dapat kita manfaatkan untuk memasak.

Pada prinsipnya, gas akan habis jika bertemu api. Oleh karenanya pada setiap kilang minyak maupun kilang gas, pada ujung cerobong diberikan api. Agar gas tersebut habis terbakar dan tidak menyebar kemana-mana.

Yang BERBAHAYA adalah saat gas keluar dari tabung dan disana tidak ada api. Parahnya, disanapun tidak ada ventilasi yang dapat mengalirkan gas keluar dari ruangan. Akibatnya, gas akan terus berkumpul, menjadi banyak, dan memiliki tekanan yang cukup tinggi. Sehingga pada saat ada yang menyalakan kompor, korek api atau menyalakan listrik maka akan menimbulkan percikan api. Gas yang terkonsentrasi di dalam ruangan dalam jumlah yang banyak, akhirnya terbakar secara bersamaan. Inilah yang menimbulkan suara seperti ledakan dan daya bakar yang luar biasa cepat.

Jadi, penyebab terjadinya kebakaran gas karena adanya 2 unsur yang saling medukung:
Pertama, karena adanya kebocoran gas. Kedua, karena tidak ada ventilasi sehingga gas tersebut terkonsentrasi. Kalau hanya salah satu saja penyebabnya, maka tidak akan terjadi kebakaran besar. Gas yang bocor di tempat terbuka, mungkin saja dapat terbakar, tapi tentulah tidak sedahsyat gas yang bocor di tempat yang tidak berventilasi baik.

Penyebab Kebocoran
Gas dapat keluar dari Tabung yang terbuat baja penyebabnya bisa bermacam-macam sebagai berikut :
1. Tabungnya bocor
2. Regulator rusak atau bocor
3. Regulator tidak menutup dengan rapat
4. Selang rusak atau bocor
5. Sambungan antara selang dengan regulator tidak rapat
6. Sambungan antara selang dengan kompor tidak rapat
7. Knop kompor dalam keadaan terbuka, sehingga terus mengalirkan gas.

Dari 7 penyebab keluarnya gas tesebut, kira-kira berapa persen salah pertamina dan berapa persen salah kita sebagai pengguna ?

Kesalahan dari pihak pemerintah, pertamina dan konsultan yang ditunjuk untuk membagi-bagikan paket tabung dalam program konversi adalah karena tidak mensosialisasikan secara menyeluruh kepada masyarakat mengenai tata cara penggunaan kompor dan tabung gas yang benar dan aman.

Kesalahah lainnya yang cukup fatal adalah TIDAK MEMBERITAHUKAN UMUR SELANG dan REGULATOR kepada masyarakat pengguna kompor dan tabung gas. Selang dan Regulator, rata-rata dapat bertahan dan bekerja dengan baik selama 12 bulan sampai maksimal 20 bulan.

Nah, Kapan terakhir kita mengganti SELANG dan REGULATOR ?
Kalau kita pun tidak ingat kapan terakhir kali mengganti selang dan regulator, artinya, kita pun tinggal menunggu waktu dan PASTI akan menjadi salah satu korban yang banyak diceritakan di berbagai media tersebut.

Kalau kita lupa mengganti baterai remote TV dan menunggu sampai baterainya benar-benar habis, resiko terparahnya kita harus memencet tombol di TV secara langsung. Kalau kita lupa menganti Ban Motor dan membiarkannya aus karena gesekan, resiko terparahnya kita slip dan mungkin tabrakan. KALAU KITA LUPA MENGGANTI SELANG DAN REGULATOR DAN MEMBIARKANNYA RUSAK KARENA USIA, resikonya yah, KEBAKARAN.

Kalau kita sendiri yang lupa menganti selang dan regulator dan menunggunya sampai rusak dan bocor, apakah pantas kita menyalahkan orang lain atau pemerintah?

Memang pemerintah ada andil dalam kejadian kebakaran gas belakangan ini. Tapi kita, juga ikut andil dan menjadi penyebab utama kebakaran tersebut.

Harga paket selang dan regulator yang berkualitas baik, kurang dari
Rp 100.000,- tapi dampak membiarkan selang dan regulator rusak rasanya bisa ribuan kali dari harga tersebut di atas.

Kalau pemerintah kurang sosialisasi, maka marilah kita yang mengerti untuk mensosialisasikan hal ini, minimal kepada keluarga dan kerabat kita. Mari kita berhenti menjadi masyarakat yang suka mengeluh, saatnya menjadi bagian dari solusi…!!!

Salam
www.sukardiarifin.com

dikutip dari milist 'MC-ers'

Sabtu, 24 Juli 2010

Appreciative Inquiry


LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat.

Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa. Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana.

Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah. Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri. Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. "Maaf Bapak dari mana?" "Dari Indonesia," jawab
saya. Dia pun tersenyum.

Budaya Menghukum

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

"Saya mengerti," jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. "Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak-anaknya dididik di sini,"lanjutnya. "Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! " Dia pun melanjutkan argumentasinya.

"Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat," ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya. Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai "A", dari program master hingga doktor. Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.

Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar- benar siap.
Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti. Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh
keterbukaan. Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut "menelan" mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

Ketika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi. Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan.

Ada semacam balas dendam dan kecurigaan. Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel.

Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan
karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. "Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan," ujarnya dengan penuh kesungguhan. Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. "Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti." Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi
penilaian yang tidak objektif.

Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan "gurunya salah". Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

Melahirkan Kehebatan

Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas...; Kalau,...; Nanti,...; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.

Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.

Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti. (*)

RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI


Note: Tulisan ini sebenarnya tanpa judul, saya beri judul 'Appreciative Inquiry' karena pola pendidikan di Amrik tsb sesuai dgn prinsip 'Appreciative Inquiry' yang bagi saya sendiri baru tahu setelah diperkenalkan pertama kali oleh seorang temen terbaik saya awal tahun ini. thanks ya friend.. :)

5 Sukses karakter personal


Apakah trait itu? Dalam bahasa psikologi, trait menggambarkan suatu sifat atau kecenderungan yang agak permanen yang lebih sulit diubah. Dalam bahasa awamnya, kita sering kali menggunakan istilah karakter. Biasanya, lawan dari istilah trait ini adalah 'state'. 'State' menggambarkan suatu kondisi yang lebih temporer atau sementara.

Jadi, kembali ke topik pembahasan kita kali ini. Mari kita bicara soal karakter-karakter penting kesuksesan yang perlu dimiliki oleh seseorang untuk sukses atau berhasil.

Kali ini, sebagai model untuk pembahasannya, kita akan menggunakan tokoh terkemuka pada 2010 yang dijuluki juga sebagai manusia terkaya di dunia, yakni Carlos Slim Helu dari Meksiko.

Nilai kekayaannya bersihnya diperkirakan sekitar US$53,5 miliar dan 'sedikit' mengalahkan posisi Bill Gates yang hanya sekitar US$ 53 miliar. Dengan kekayaan ini, maka untuk pertama kalinya daftar urutan orang terkaya di dunia diduduki oleh orang dari negara yang termasuk kategori negara berkembang. Bagaimana pelajaran tentang sukses yang bisa dipelajari dari tokoh terkaya di dunia ini?

Bayangkan, dengan latar belakang dari keluarga yang berasal dari Lebanon, sebagai anak terkecil, Carlos sudah harus membantu ayahnya dengan tokonya. Tentu saja, dengan latar belakang keluarga dari Lebanon yang berbeda sekali dengan kondisi di Meksiko, kemampuan bergaul dan beradaptasi adalah kunci terpenting. Di sinilah seorang Carlos belajar untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Kualitas lain yang diperlihatkan oleh Carlos adalah kualitas untuk berjuang dengan gigih. Bahkan, sejak usia 10 tahun, ia telah mulai membantu keluarganya berjualan minuman dan makanan ringan.

Kegigihan dan disiplin ini pun masih terus dipraktikkannya hingga ia dewasa. Bahkan, banyak keberhasilannya diperoleh dengan cara membeli saham-saham murah ketika terjadi krisis dan ia terus berjuang gigih sementara yang lain, mungkin melihat tidak ada lagi harapan. Sebagai contohnya, adalah tatkala ia membeli saham Telmex, salah satu jasa operasi telekomunikasi di negera tersebut.

Yang menarik, saat terjadi krisis di Meksiko pada 1987, ketika semua orang menjadi panik, ia justru membeli saham-saham murah dan menjualnya dengan keuntungan berlipat ketika bursa mulai membaik.

Sikap optimistisnya ia ungkapkan ketika bicara soal krisis, "Anda tahu? Krisis selalu sementara saja. Tidak ada kesulitan yang berlangsung selama 100 tahun, selalu ada pemulihan".

5 Trait penting!

Dari kisah orang terkaya di dunia ini, kita bisa belajar mengenai beberapa point penting yang seperti dikatakan oleh seorang penulis majalah 'Money', Murad Ali. Bahkan menurut Murad Ali, trait-trait ini bukan saja hanya dalam hal pengelolaan uang, melainkan juga berlaku di dalam pengelolaan hubungan antarmanusia. Apakah kelima trait penting tersebut?

Pertama, adalah emotional intelligence atau kecerdasan emosional. Telah banyak dikisahkan bagaimana orang menjadi gagal dalam karier dan hubungan keluarga gara-gara kecerdasan yang satu ini tidak terasah.

Salah satu ciri utama dalam kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk beradaptasi dan menyesuaikan dengan lingkungan di mana pun kita berada. Mereka-mereka yang kecerdasan emosionalnya kurang, cenderung akan kaku, sering memaksakan kehendak dan sering kali mengalami 'konfik' dengan lingkungannya sehingga tidak bisa diterima.

Dalam kasus Carlos, ia cukup sadar diri dan peka lingkungan bahwa di sekitar kehidupannya adalah masyarakat Meksiko yang kebanyakan berada di bawah garis kemiskinan.

Ia sendiri cukup'cerdik' untuk tidak hidup jor-joran ataupun pamer kekayaan. Ia bahkan hidup dengan sangat sederhana, mengendarai mobil Mercedez kunonya serta tinggal di rumah yang sudah ia tinggali sejak 40 tahun.

Ia pun cukup bisa bergaul dengan lingkungan masyarakat sekitarnya, sehingga masyarakat sekitarnya juga membela dan mencintainya. Di sisi lain, kemampuan pergaulannya juga luar biasa, bahkan Presiden Carlos Salinas-pun menjadi temannya.

Kedua, adalah kegigihan serta keyakinan diri. Masih ingat dengan kisah kesuksesan salah tokoh penemu terbesar pada abad ke-20, Thomas Alva Edison? Ia mengalami kegagalan dan kehancuran lebih banyak daripada kesuksesannya.

Namun, salah satu kualitas yang ia tunjukkan adalah kegigihannya serta kemauannya untuk bangkit kembali. Dari kisah orang-orang yang sukses, termasuk kisah Carlos yang kaya raya, tidaklah selalu penuh dengan keberhasilan.

Namun, ada satu komentar yang perlu kita selalu ingat yakni, "Banyak orang mengalami kegagalan karena mereka menyerah terlalu cepat!"

Ketiga, trait kreativitas. Kreativitas adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang baru dan menarik. Kreativitas juga berarti tidak macet di satu titik tertentu.

Kebanyakan orang cenderung ketika sukses, ia terjenak di dalam zona nyamannya dan tidak lagi berusaha untuk meningkatkan dirinya. Banyak yang ketika sukses terjerembab dalam sindrom kesuksesan dengan merasa bahwa, "Aku sudah menjadi yang terbaik".

Namun, belajar dari kisah para orang sukses adalah prinsip tidak mudah berpuas diri dan terus bergerak. Mereka tahu bahwa, saat ini mereka bisa saja yang terbaik, tetapi besok bisa jadi ada orang lain yang akan mengalahkan mereka. Karena itulah, mereka tidak berhenti bergerak dan berinovasi.

Keempat adalah kemampuan untuk mengelola rasa takut. Dalam hal berinvestasi, rasa takut adalah sesuatu yang mesti dikelola. Sering kali kita mengenal istilah 'calculated risk' atau risiko yang diperhitungkan.

Namun, untuk bisa mengambil calculated risk ini, kadang-kadang ada perasaan takut yang harus diatasi. Seperti dikatakan oleh pepatah, orang yang paling berani bukanlah orang yang tidak punya rasa takut tetapi orang yang mengelola ketakutannya.

Hal ini bisa kita pelajari dari Carlos Slim, saat krisis terjadi di Meksiko. Sementara rata-rata orang takut untuk berinvestasi. Justru momen seperti itulah yang ia pergunakan sebagai kesempatan untuk berinvestasi.

Kelima adalah semangat terus bertanya dan menggali. Masih ingatkah tatkala Einstein ditanya apakah kunci rahasia ia menemuka teori relativitas. Menurutnya sederhana, "Kuncinya, saya masih terheran-heran dan mempelajari soal cahaya, sementara orang dewasa lainnya sudah berhenti bertanya".

Demikian pula, pada orang-orang sukses ditemukan semangat selalu menggali dan bertanya. Mereka bertanya "Mengapa sesuatu terjadi?" dan melakukan sesuatu untuk meningkatkan dirinya.

Pada diri Carlos, satu kualitas luar biasanya adalah kemampuan untuk bertanya bagaimana orang lain bisa menjadi berhasil dan ia bertanya apa yang bisa ia lakukan dalam kemampuannya. Itulah yang membuatnya sukses! Sekarang, mari kita tanamkan trait-trait ini ke dalam diri kita serta mengasahnya.


dikutip dari Anthony Dio Martin, http://www.bisnis.com/kolom/2id3025.html

Kamis, 24 Juni 2010

Leaving On A Jet Plane

All my bags are packed, I’m ready to go

I’m standing here outside your door

I hate to wake you up to say goodbye

But the dawn is breaking, it’s early morn

The taxi’s waiting, he’s blowing his horn

Already I’m so lonesome I could die

#Reff#

So kiss me and smile for me

Tell me that you’ll wait for me

Hold me like you’ll never let me go

Cause I’m leaving on a jet plane

I don’t know when I’ll be back again

Oh babe, I hate to go

I’m

There’s so many times I’ve let you down

So many times I’ve played around

I’ll tell you now, they don’t mean a thing

Every place I go, I think of you

Every song I sing, I sing for you

When I come back I’ll wear your wedding ring

To Reff #

Now the time has come to leave you

One more time, oh, let me kiss you

And close your eyes and I’ll be on my way

Dream about the days to come

When I won’t have to leave alone

About the times that I won’t have to say

To Reff#

But I’m leaving on a jet plane

Ahhhhh...

Singer : Chantal Kreviazuk

Writer : Deutschendorf, John


*) malam ini, lagu ini bener2 melukiskan perasaanku..

Hmm.. hope for the best J

Kamis, 17 Juni 2010

IQ Finansial


Untuk menjadi kaya kita perlu meningkatkan IQ financial.

(Robert T. Kiyosaki)


IQ finansial menurut Robert Kiyosaki mencakup 4 bidang yang luas :

  • Akuntansi
  • Investasi
  • Mengerti faktor pasar
  • Hukum

1. Akuntansi

Inilah yang Robert Kiyosaki sebut melek finansial. Keterampilan penting jika anda ingin membangun imperium bisnis. Semakin banyak uang yang menjadi tanggung jawab anda, semakin dibutuhkan keakuratan, atau rumah itu akan ambruk. Ini adalah otak bagian kiri, atau detail-detail. Melek finansial adalah kemampuan untuk membaca dan memahami laporan finansial. Kemampuan ini mengizinkan anda untuk mengenali kekuatan dan kelemahan bisnis apapun.

2. Investasi

Ini yang Robert Kiyosaki sebut ilmu pengetahuan tentang uang yang menghasilkan uang. Ini mencakup strategi dan formula. Ini adalah otak bagian kanan, atau sisi kreatif.


3. Mengerti Faktor Pasar

Menurut saya pribadi, kita harus mengetahui bahwa pasar seringkali digerakkan oleh perasaan atau emosi (fear & greedy). Kemudian faktor pasar yang lainnya adalah pengertian ekonomis akan investasi, apakah investasi masuk akal atau tidak masuk akal berdasarkan pada kondisi-kondisi pasar yang sekarang. Untuk memahami faktor pasar juga kita harus memahami hokum penawaran dan permintaan.

Seperti misalnya pada awal tahun 90-an ketika banyak perusahaan Go Public, banyak sekali orang yang beli saham karena alasan emosionil, bukan alasan ekonomi investasi jangka panjang. Begitu banyaknya orang antri berbondong-bondong untuk mendapatkan saham perdana dengan perhitungan akan untung dalam jangka pendek tanpa menghitung apakah harga saham perdana tersebut masuk akal atau tidak. Memang benar bila dilepas jangka pendek mereka akan untung. Tapi pada prakteknya, banyak orang merasa untung tapi tidak untung sesungguhnya karena mereka tidak jual ketika untung dan ketika harga turun mereka tidak berani jual karena takut rugi dan disimpan sampai hari ini dengan sakit hati. Dan siapa yang untung dalam situasi tersebut? Adalah orang-orang yang memahami hukum pasar dan mereka yang berjualan saham.

Contoh lain ketika demam pencarian emas di amerika, siapa yang kaya? Adalah orang-orang yang menjual alat-alat pertambangan emas dan celana jeans yang kuat untuk para penambang.

Orang-orang yang kaya adalah orang-orang yang bisa mengenali permintaan pasar atau menciptakan pasar sendiri.


4. Hukum

Misalnya, memanfaatkan korporasi yang dibungkus dengan keterampilan teknis tentang akuntansi, investasi, dan pasar dapat membantu pertumbuhan yang luar biasa. Orang dengan pengetahuan tentang keuntungan dan perlindungan pajak yang disediakan oleh sebuah korporasi dapat menjadi kaya dengan jauh lebih cepat daripada orang yang cuma menjadi karyawan atau pemilik tunggal sebuah bisnis kecil. Ini seperti perbedaan antara seseorang yang berjalan kaki dengan yang terbang. Perbedaan itu sangat besar bila menyangkut kekayaan jangka panjang.


Sudahkah Anda mengasah kecerdasan IQ finansial Anda?

*disarikan dari TDW university