Sabtu, 26 Februari 2011
Menebar Semangat di ‘Pasar’
Jumat, 21 Januari 2011
Lokasi, lokasi & lokasi..
Hari-hariku kini lagi sering berurusan dengan yang namanya ‘lokasi’. Mengapa lokasi? Ada apa dengan lokasi? Seberapa pentingkah lokasi?
Rabu, 08 Desember 2010
Daftar 40 Orang Indonesia Terkaya & Jumlah Kekayaannya

1. R Budi (69) dan Michael Hartono (71) dengan penghasilan 11 miliar dolar AS. Keduanya pewaris perusahaan rokok Djarum. Selain itu mereka mendapat pemasukan besar dari Bank Central Asia dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan.
2. Susilo Wonowidjojo (54) dengan penghasilan delapan miliar dolar AS. Pemimpin pabrik rokok Gudang Garam milik keluarganya. Selain dari pabrik rokok, penghasilannya juga berumber dari perusahaan minyak kelapa sawit.
3. Eka Tjipta Widjaja (87) dengan penghasilan enam miliar dolar AS. Lebih dari separuh kekayaan ayah dari 15 anak ini berasal dari bisnis minyak sawit Golden Agri-Resources yang dijalankan anaknya, Franky.
4. Martua Sitorus (50) dengan penghasilan 3,2 miliar dolar AS. Ayah dari empat anak ini adalah pimpinan Wilmar International, pedagang minyak sawit besar di Asia.
Minggu, 28 November 2010
Tunggu Aku

Masihkah kau simpan
Mawar yang ku beri
Mungkin tak sewangi dulu
Mungkin tak seindah dulu
Tunggu aku ku akan datang
Masihkah kau jaga
Api cinta dariku
Mungkin tak sehangat dulu
Mungkin tak seterang dulu
Tunggu aku ku akan datang
Tunggu aku ku akan pulang
Kau segalanya bagiku
Kau adalah duniaku
Satu yang ku pinta
‘tuk tetap menunggu
Tunggu aku
Tunggu aku
Masih kah kau simpan
Mawar yang ku beri
*) Di sebuah sore, badan lagi kurang fit, hati serasa kosong, syair ini menemaniku melewati dinginnya mimpi sore ini di Ciledug, Tangerang
**) syair Andra & the backbone dalam 'Tunggu Aku'
Jumat, 05 November 2010
Membangun Personal Branding

Minggu, 31 Oktober 2010
Menangis Aku Mendengarnya

Hatiku menangis setiap kali mendengar ayat ini dilantunkan. Terakhir barusan tadi dalam jamaah maghrib di masjid raya Al-A’dhom Tangerang, sang imam dengan suaranya yang merdu membacakan ayat tersebut, QS. Al-Hasyr : 18-24.
Senin, 25 Oktober 2010
Seni Merayu ala Soekarno

Kukira ungkapan itu tidaklah berlebihan untuk mengungkapkan kekagumanku pada presiden pertama kita ini, sebuah pribadi yang hebat dalam menggaet hati rakyat Indonesia. Bahkan saking setianya rakyat Indonesia sampai terlahir semboyan dalam bahasa Jawa ‘Pejah Gesang Nderek Bung Karno’ (Hidup atau mati ikut bung Karno -Pen).
‘Persuasion is The Language of Business Leadership’. Demikian dikatakan oleh Jay A. Conger, professor di bidang Organizational Behavior dari University of Southern California di Los Angeles, US. Ungkapan tersebut ditulis dalam artikel di Harvard Business Review bulan Mei-Juni 1998.
Berdasarkan riset & pengamatan yang dilakukan selama 12 tahun, professor Conger menyimpulkan ada 4 langkah yang sangat essensial untuk menjadi pelaku persuasi yang efektif.
- Membangun kredibilitas. Ada 2 sumber kredibilitas, yakni keahlian dan perilaku yang mencerminkan kejujuran dan integritas,
- Bagaimana menyampaikan gagasan dalam rangka kepentingan pihak yang harus dipengaruhi. Jadi bukan dalam kerangka kepentingan pihak yang menyampaikan gagasan, tapi lebih ke kepentingan audiens yang akan dipengaruhi,
- Memperkuat gagasan dengan bahasa yang membangkitkan semangat & didukung oleh bukti-bukti yang kuat,
- Membuat gagasan yang disampaikan terhubung dengan emosi audiens.
Ternyata teori itu tidak hanya bisa dipakai untuk kepemimpinan bisnis, tapi juga cocok diterapkan dalam kepemimpinan apapun, baik social, politik, bisnis, budaya dsb. Salah satunya sudah diaplikasikan jauh-jauh hari oleh presiden pertama kita, bung Karno.
Perjuangan panjang Soekarno untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia, bahkan rela keluar-masuk penjara & hidup dalam pembuangan di luar Jawa merupakan langkah beliau untuk membangun kredibilitas di mata rakyat Indonesia.
Yang kedua, Soekarno juga sangat hebat dalam menyampaikan gagasan demi kepentingan rakyat, yaitu ‘perjuangan untuk kemerdekaan demi kemakmuran bangsa Indonesia’
Kemudian terkait bahasa yang membangkitkan semangat, tentu tidak disangsikan lagi betapa Soekarno sangat hebat dalam membangkitkan semangat rakyat dengan bahasa yang menggambarkan kemakmuran bangsa, yakni Negara yang Loh Jinawi, subur kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku.
Pun, Soekarno juga dikenal sangat lihai meracik kata dengan menggunakan bahasa yang menyentuh perasaan rakyat. Nggak percaya? Tanyain pada kakek-nenek kita yang pernah mendengar langsung pidato Soekarno deh.. pantes kan sampai muncul semboyan Pejah Gesang Nderek Bung Karno?
Hebat kan Bapak kita yang satu ini? Pantesan juga beliau juga jago menggaet gadis-gadis hheee.. (sorry intermezzo, yang ini jangan ditiru ya.. J)
Semoga bermanfaat!!!
Note: tulisan disarikan dari berbagai sumber salah satunya dari tulisan Subarto Zaini dalam majalah Business Review edisi Oktober 2010
Jumat, 22 Oktober 2010
Bahasa Geram

Oleh: KH. Dr. A. Mustofa Bisri
Yang lebih musykil lagi “bahasa kemarahan” ini juga sudah seperti tren pula di kalangan intelektual dan agamawan. Khotbah-khotbah keagamaan, ceramah-ceramah dan makalah-makalah ilmiah dirasa kurang afdol bila tidak disertai dengan dan disarati oleh nada geram dan murka. Seolah-olah tanpa gelegak kemarahan dan tusuk sana tusuk sini bukanlah khotbah dan makalah sejati.
Khususnya di ibu kota dan kota-kota besar lainnya, di hari Jumat, misalnya, Anda akan sangat mudah menyaksikan dan mendengarkan khotbah “ustadz” yang dengan kebencian luar biasa menghujat pihak-pihak tertentu yang tidak sealiran atau sepaham dengannya. Nuansa nafsu atau keangkuhan “Orang Pintar Baru” (OPB) lebih kental terasa dari pada semangat dan ruh nasihat keagamaan dan ishlah.
Kegenitan para ustadz OPB yang umumnya dari perkotaan itu seiring dengan munculnya banyak buku, majalah, brosur dan selebaran yang “mengajarkan” kegeraman atas nama amar makruf nahi munkar atau atas nama pemurnian syariat Islam. Penulis-penulisnya–yang agaknya juga OPB—di samping silau dengan paham-paham dari luar, boleh jadi juga akibat terlalu tinggi menghargai diri sendiri dan terlalu kagum dengan “pengetahuan baru”-nya. Lalu menganggap apa yang dikemukakannya merupakan pendapatnya dan pendapatnya adalah kebenaran sejati satu-satunya. Pendapat-pendapat lain yang berbeda pasti salah. Dan yang salah pasti jahanam.
Dari bacaan-bacaan, ceramah-ceramah, khotbah-khotbah dan ujaran-ujaran lain yang bernada geram dan menghujat sana-sani tersebut pada gilirannya menjalar-tularkan bahasa tengik itu kemana-mana; termasuk ke media komunikasi internet dan handphone. Lihatlah dan bacalah apa yang ditulis orang di ruang-ruang yang khusus disediakan untuk mengomentari suatu berita atau pendapat di “dunia maya” atau sms-sms yang ditulis oleh anonim itu.
Kita boleh beranalisis bahwa fenomena yang bertentangan dengan slogan “Bangsa Indonesia adalah bangsa yang ramah” tersebut akibat dari berbagai faktor, terutama karena faktor tekanan ekonomi, ketimpangan sosial dan ketertinggalan. Namun, mengingat bahwa mayoritas bangsa ini beragama Islam pengikut Nabi Muhammad SAW, fenomena tersebut tetap saja musykil. Apalagi jika para elit agama yang mengajarkan budi pekerti luhur itu justru ikut menjadi pelopor tren tengik tersebut.
Bagi umat Islam, al-khairu kulluhu fittibaa’ir Rasul SAW, yang terbaik dan paling baik adalah mengikuti jejak dan perilaku panutan agung, Nabi Muhammad SAW. Dan ini merupakan perintah Allah. Semua orang Islam, terutama para pemimpinnya, pastilah tahu semata pribadi, jejak-langkah dan perilaku Nabi mereka.
Nabi Muhammad SAW sebagaimana diperikan sendiri oleh Allah dalam al-Quran, memiliki keluhuran budi yang luar biasa, pekerti yang agung (Q. 68:4). Beliau lemah lembut, tidak kasar dan kaku (Q. 3: 159). Bacalah kesaksian para shahabat dan orang-orang dekat yang mengalami sendiri bergaul dengan Rasulullah SAW. Rata-rata mereka sepakat bahwa Panutan Agung kita itu benar-benar teladan. Pribadi paling mulia; tidak bengis, tidak kaku, tidak kasar, tidak suka mengumpat dan mencaci, tidak menegur dengan cara yang menyakitkan hati, tidak membalas keburukan dengan keburukan, tapi memilih memaafkan. Beliau sendiri menyatakan, seperti ditirukan oleh shahabat Jabir r.a,“InnaLlaaha ta’aala lam yab’atsnii muta’annitan...”, Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai utusan yang keras dan kaku, tapi sebagai utusan yang memberi pelajaran dan memudahkan.
Bagi Nabi Muhammad SAW pun, orang yang dinilainya paling mulia bukanlah orang yang paling pandai atau paling fasih bicara (apalagi orang pandai yang terlalu bangga dengan kepandaiannya sehingga merendahkan orang atau orang fasih yang menggunakan kefasihannya untuk melecehkan orang). Bagi Rasulullah SAW orang yang paling mulia ialah orang yang paling mulia akhlaknya. Wallahu a’lam.
*note: Ini tulisan saya ambil karena juga mencerminkan kegelisahan saya selama ini, barusan di khotbah Jum'atan tadi siang, saya juga merasa kurang nyaman dgn suara khatib yg terlalu menggelegar & nada tinggi. Saya juga bingung, kenapa musti dgn nada setinggi itu sih ustadz? saya malah ngga bisa menangkap isi khutbah Anda nih.. :)
Ngga ada yg tersungging kan? setidaknya sebagai nasihat u/ pribadi saya sendiri. Semoga kita bisa lebih bijak, Amiinn..
** sumber: http://www.gusmus.net/page.php?mod=dinamis&sub=2&id=1162